Banjir merupakan sebuah bencana alam yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan dan tidak bisa ditampung tumpah ke daratan. Banjir biasanya disebabkan oleh penyumbatan aliran sungai oleh sampah-sampah yang tidak dibuang pada tempatnya. Banjirpun dapat menimbulkan korban jiwa karena derasnya arus banjir dan menimbulkan wabah penyakit.
Di Indonesia, banjir merupakan bencana alam tahunan yang terjadi pada saat musim hujan tiba. Tepatnya di kota Jakarta. Jakarta tiap tahunnya selalu memakan korban jiwa akibat banjir ini. Berikut perbedaan banjir pada jaman dahulu dan sekarang di Jakarta, Indonesia.
Di Indonesia, banjir merupakan bencana alam tahunan yang terjadi pada saat musim hujan tiba. Tepatnya di kota Jakarta. Jakarta tiap tahunnya selalu memakan korban jiwa akibat banjir ini. Berikut perbedaan banjir pada jaman dahulu dan sekarang di Jakarta, Indonesia.
Banjir Jaman Dahulu
Banjir pertama terjadi tahun 1621, diikuti tahun berikutnya tahun 1654 dan 1876. Akibat banjir ini pemerintah Belanda tahun 1918 membangun bendungan yakni Bendungan Hilir, Bendungan Jago dan Bendungan Udik. Namun tiga bendungan itu tidak bisa mengatasi banjir, maka Belanda membangun Banjir Kanal Barat (BKB), mulai dari Pintu Air Manggarai sampai Muara Angke pada tahun 1922. Meski sudah dibangun BKB, Jakarta tetap saja banjir pada Januari 1932. Ratusan rumah di kawasan Jalan Sabang dan Thamrin digenangi air. Di masa pemerintah RI pun banjir besar di Jakarta melanda pada Februari 1976. Jakarta Pusat menjadi lokasi terparah dalam banjir, lebih 200.000 jiwa diungsikan. Setahun kemudian 19 Januari 1977, Jakarta kembali banjir, setidaknya 100.000 jiwa diungsikan. Memasuki tahun 1980-an persoalan banjir terus berlanjut. Januari 1984, sebanyak 291 Rukun Tetangga (RT) di aliran Sungai Grogol terendam. Dampaknya terasa di Jakarta Timur, Barat dan Pusat, jumlah total korban tercatat 8.596 kepala keluarga. Lalu pada 13 Februari 1989, giliran Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan meluap akibat tidak mampu menampung banjir kiriman dari hulu, 4.400 kepala keluarga harus mengungsi. Setelah itu hampir setiap tahun terjadi banjir. Banjir besar kemudian terjadi pada 13 Januari 1997. Hujan deras selama 2 hari menyebabkan 4 kelurahan di Jakarta Timur alibat luapan Sungai Cipinang, 754 rumah, 2640 jiwa terendam air sekitar 80 cm. Selain itu beberapa jalan utama di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat pun lumpuh akibat banjir. Banjir pada tahun ini juga menyebabkan sarana telekomunikasi dan listrik mati total. Banjir besar terjadi lagi pada 26 Januari 1999 banjir terjadi lagi di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Ribuan rumah terendam, 6 korban tewas, 30.000 jiwa mengungsi.
Banjir Sekarang
Sekitar tahun 2000-an, di Jakarta banjir terjadi setiap lima tahun sekali. Tetapi, semakin kesini banjir menjadi siklus tahunan setiap setahun sekali terjadi banjir di Jakarta. Banjir ini disebabkan oleh budaya masyarakat atau pengusaha yang kurang peduli atau tidak cinta lingkungan, bisa dibuktikan dengan rusaknya beberapa air sungai di jakarta, saluran yang sebelumnya terisi air hijau menyegarkan telah berubah menjadi air hitam pekat penuh sampah dan bau. Dan juga penebangan pohon atau berkurangnya area tanaman hijau sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu, cuaca menjadi tidak menentu. padahal kita tahu bahwa untuk merencakan saluran irigasi yang sanggup menampung debit banjir diperlukan data curah hujan hasil penelitian dan pencatatan selama beberapa tahun sebelumnya, nah.. kalau cuacanya tidak teratur maka data tersebut bisa jadi tidak bisa dijadikan pedoman untuk perencanaan masa depan. Tetapi pada tahun 2015 pemerintah sudah mengusahakan agar banjir di Jakarta tidak seperti banjir - banjir yang seperti sebelumnya dengan cara membangun DAM, mengeruk dasar sungai agar lebih dalam lagi, meninggikan dinding - dinding sungai, menggusur perumahan kumuh yang berada di pinggir - pinggir sungai di Jakarta. Semoga 5 tahun kedepan Jakarta menjadi lebih baik lagi.
0 komentar:
Posting Komentar